twitter


"Seorang anak akan selalu berharap agar tidak lagi membuat Ayah dan Ibunya khawatir. Tapi nyatanya, seringkali, ia akan selalu membuat Ayah dan Ibunya khawatir. Memang begitulah adanya, selamanya mereka akan terus mengkhawatirkannya. Karena setua apapun usia si anak, bagi orangtuanya dia tetaplah 'anak kecil' mereka."

 ***
Hari itu ketika Sang Anak bertemu dengan Ayahnya secara tak sengaja di pinggir jalan sepulang dari sekolah. Sang Ayah dengan baju kumalnya dan wajah yang pucat tersenyum begitu lebar pada si Anak, sekaligus berusaha merapikan dirinya agar terlihat 'pantas' di depan anak kesayangannya, "Nak, baru pulang sekolah? Sudah begitu malam, apa kamu sehat-sehat saja?" tanya Sang Ayah.

Sang Anak tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya bertemu dengan Sang Ayah yang telah lama tidak ia jumpai, tenggorokannya serasa tercekat menahan haru dan airmata yang segera akan tumpah, " Aku baik-baik saja, Ayah. Ayah bagaimana?" ucapnya sekuat tenaga untuk tidak menangis.

"Ayah baik-baik saja. Bagaimana sekolahmu? apakah lancar?" yang dibalas dengan anggukan dari Sang Anak. ,"Nak, ini ada uang untukmu. Jumlahnya tidak seberapa tapi semoga bisa kau gunakan untuk ongkos ke sekolah atau untuk jajan nanti," kata Sang Ayah sambil menyodorkan beberapa lembar uang rupiah pecahan Rp 1.000,- yang sudah kumal. Dengan berat hati Sang Anak menerima uang tersebut. Tanpa ia tahu, sebenarnya uang yang diberikan Sang Ayah adalah uang terakhir yang dimilikinya untuk mengisi perut esok hari.

Dipandanginya wajah Sang Ayah yang tidak lagi muda. Hampir-hampir ia lupa bagaimana wajah Ayahnya dulu. Rambutnya sudah mulai banyak yang memutih, garis wajahnya pun tidak sekeras dulu. Dalam benaknya, Sang Anak teringat terakhir kali bertemu dengan Sang Ayah adalah tiga tahun lalu ketika orangtuanya memutuskan untuk berpisah karena perselisihan di antara keduanya.  

"Nak, Ayah harus pergi dulu ke suatu tempat. Lain kali jika kita bertemu lagi, Ayah akan memberikan uang yang lebih banyak untukmu, dan kita bisa jalan-jalan bersama, ya," ucap Sang Ayah sambil menepuk lembut pundak Anak kesayangannya.

"Em.. Ayah, hati-hati, ya," jawab Sang Anak sambil mencium punggung tangan Ayahnya. Sang Ayah pun berlalu pergi. Dari jarak yang semakin menjauh, Sang Anak takjim melihat punggung Ayahnya yang lambat laun menghilang di persimpangan jalan. Airmata yang sedari tadi coba ia tahan pun, mengalir deras.

Sang Anak teringat ketika Sang Ayah sekali waktu datang mengunjunginya dengan wajah yang gembira sambil membawa kue kecil yang tidak seberapa jumlahnya dan buah-buahan yang juga tidak mulus lagi rupanya, berharap melihat wajah Sang Anak yang merasa senang ketika memakannya. Dan ketika Sang Ayah dulu selalu memboncengnya kemanapun Sang Anak ingin pergi dengan sukacita.

Sang Anak menghapus airmatanya yang tak berhenti mengalir.       
 ***
Di hari yang lain, saat ia bertemu dengan Sang Ibu, hari itu hari yang biasa saja. Tidak ada peristiwa khusus tapi Sang Ibu datang untuk mengunjunginya. Sejak hari perpisahan itu, Sang Anak tinggal di dalam pengasuhan kerabatnya. "Ada apa Ibu berkunjung kesini?" tanya Sang Anak. Ditanya begitu, Sang Ibu membetulkan letak rambutnya dan duduk agak jauh dari Sang Anak, " Tidak ada apa-apa. Apa tidak boleh Ibu melihat Anak kesayangannya?" jawab Ibunya sambil tertawa. Sang Anak tidak begitu memperhatikan Sang Ibu, ia kembali sibuk dengan sesuatu di hadapannya.

Demi merebut perhatian Sang Anak, Sang Ibu pun terus menganggunya dengan macam-macam suruhan dan permintaan. Demi merebut perhatian Anak kesayangannya pun, Sang Ibu iseng membunyikan pemutar suara di telepon selulernya keras-keras. Demi melihat Sang Anak berbicara padanya meski itu adalah sebuah omelan, gerutuan, atau keluhan dari Sang Anak. Tapi bahkan, Sang Ibu tidak pernah mengeluh untuk itu.

"Ibu senang kau sehat-sehat saja, Nak. Ibu kangen padamu. Tapi bahkan kau sedikitpun tidak mengajak Ibu mengobrol jika tidak Ibu suruh ini dan itu. Tapi setidaknya Ibu senang hanya dengan melihatmu," Ucap Sang Ibu di dalam hatinya. Sang Ibu terus tersenyum melihat anaknya yang sedang serius mengerjakan sesuatu.

Hari semakin sore, Sang Ibu pun harus kembali pergi. Sambil menepuk pundak Sang Anak dengan lembut, "Ibu pulang dulu ya, Nak. Daa.." ucap Sang Ibu. Sang Anak mencuri pandang ke arah Sang Ibu yang memunggunginya. Hatinya terenyuh ketika memperhatikan tubuh Ibunya yang pun tidak lagi muda. Wajahnya yang tidak lagi sesegar dulu. Rambutnya yang sudah mulai memutih, bahkan ketika tadi Ibunya menyuruhnya untuk mencabut uban di kepalanya, Sang Anak tertegun melihat begitu banyak rambut putih di sana hingga ia sendiri bingung harus mulai mencabut darimana.

Sang Ibu yang selama tiga tahun ini berjuang untuk Sang Anak yang dicintainya. Walau Sang Ibu tidak pernah mengucapkan rasa sayang secara langsung, tapi Sang Anak bisa merasakan ketulusan dan kasih sayang darinya. Sang Anak teringat ketika Sang Ibu terbangun dan menyelimutinya yang sedang tidur sambil menghalau nyamuk-nyamuk yang menganggu tidurnya, dan ketika Sang Ibu menyuruh Sang Anak makan dengan membiarkan diri sendiri tidak makan dengan berdalih sedang berdiet karena laukpauk yang ada tidak cukup untuk semuanya. Dan ketika Sang Ibu tetap bekerja walaupun saat itu sedang sakit parah karena harus membayar kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah Sang Anak.

Mengingat itu semua, Sang Anak menghapus airmatanya yang keluar tanpa henti.  
   ***
Malam yang sunyi, tapi Sang Anak masih terjaga. Lirih Sang Anak berkata sambil bersimpuh, 
"Maukah Ayah dan Ibu menungguku? Sampai saat di mana diri ini bisa membahagiakanmu. Dan mungkin suatu hari nanti kita akan bisa berkumpul bersama lagi seperti dulu,"

"... Makan bersama dalam satu meja, bergurau bersama, dan bersama sebagai sebuah Keluarga,"

"... Apakah kau baik-baik saja di sana? Doaku: Iya,"

"...Yang Maha Memiliki Jiwa, berikanlah Aku kesempatan untuk bahagiakan Ayah dan Ibuku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka selalu menyayangiku di waktu Aku kecil hingga dewasa..." Aamiin...
***
Jika saat ini di dekatmu ada Ayah dan Ibu, rangkullah mereka dengan erat ^_^
Tunjukkan kasih sayangmu pada mereka selagi masih berada di sisi. 
Bersyukur pada-Nya atas setiap hari yang kau lalui bersama mereka.

0 komentar:

Posting Komentar