twitter


hari ini hati terus melantunkan lagu ini dalam diam..
http://www.youtube.com/watch?v=1KF9yt6E7g4
yang pernah menjadi tulisan dalam beberapa lembar kertas merah.. sekarang,
"geureol geomnida geureol geomnida ijeul geomnida (I will. I will. I will forget you.)"




            Sebuah kisah tentang True Loner. Tentang seseorang yang menyebut dirinya sebagai penyendiri sejati atau sebut saja “True Loner”. Entah mengapa dia menyebut dirinya begitu. Di sekelilingnya selalu ada teman, banyak sekali teman. Dan siapa pun meyakini bahwa True Loner tidak pernah sendirian. Tapi katanya, mereka semua itu hanyalah teman seperjalanan di persimpangan jalan. Banyak dari mereka yang hanya berjalan sebentar dengannya, namun ketika dia terantuk batu dan jatuh, hanya sedikit yang membantunya untuk berdiri. Itu katanya. Untuknya aku akan menunjukkan siapa yang sebenarnya True Loner. Yang sebenarnya sendirian adalah hatinya. Yang sebenarnya kesepian adalah hatinya. Dan yang sebenarnya True Loner hanyalah hatinya.
Karena itu, True Loner, lapangkanlah hatimu…
Bukalah kunci yang kau letakkan di hatimu. Setelah terbuka, percayalah, kau akan melihat teman yang tersenyum di dekatmu yang akan selalu menemani langkahmu. Yang akan membantumu berdiri ketika kau jatuh, yang akan menuntunmu jika kau tidak tahu jalan dan yang kan menjadi sapu tangan untukmu jika kau menangis. Karena Aku adalah TEMANMU.. ^_^ 



2 Juni, hari itu.. hari putih abu terakhir berkibar.
Jika aku diberi satu kesempatan lagi untuk kembali ke masa lalu,
Aku bersedia menukar hariku yang sekarang dengan hari dimana aku masih mengenakan seragam putih abu-abuku, berada di kelas XII IPS 1 bersama teman-teman mengerjakan soal matematika tersulit sekalipun yang diberikan Pak Tono, I wil
Hari itu aku tidak rela meninggalkan gedung perpisahan sekolah kami. Aku tidak rela menanggalkan baju putih abu-abu dan pun pin segitiga di dadaku. Aku tidak rela berpisah dengan teman-teman serta guru yang sangat aku sayangi. Aku tidak rela melepaskan euphoria saat itu. Dalam hati aku menangis, saat kakiku melangkah keluar dari gedung itu, bahkan langit yang mendengar tangis dalam hatiku pun ikut menangis. Seakan juga tidak rela momen hari itu cepat berlalu.
Dalam upacara perpisahan, tiga burung merpati dilepas ke langit gedung menandakan telah lepasnya tanggung jawab kami sebagai seorang siswa yang siap mengepakkan sayap, terjun ke masyarakat.
Namun, aku baru tersadar. Seekor burung merpati yang dilepas, belum menemukan pintu keluarnya. Yang aku herankan, ia seperti tak mau pergi terbang meninggalkan gedung ini melainkan bertengger manis di penyangga langit-langit seakan menemani kami melalui momen perpisahan itu. Dan ketika acara terakhir selesai digelar, Sungguh aneh, burung merpati itupun tak kelihatan lagi kepak sayapnya.
Tiga tahun aku menapakkan kakiku berlalu lalang di sekolah itu dengan penuh rasa keakraban dengan setiap ruangannya, dengan setiap pohon cemara dan tiang-tiang yang menopang gedung sekolah, kokoh. Tapi kini saat aku menapaki lagi jalan yang sama yang selalu kulalui selama tiga tahun, aku merasa asing. Karena aku tahu, aku bukan lagi bagian daripadanya. Akankah aku akan ingat persaanku saat itu, ketika aku kembali di tahun-tahun yang akan datang? Aku tidak tahu.
Kadang aku merindukan masa lalu. Tapi jika aku berharap kembali ke masa itu, maka aku sadar, tidak akan pernah ada masa saat ini dan masa depan. Masa lalu adalah kenangan, saat ini adalah perjuangan, dan masa depan adalah tantangan. ^_^



Membaca kisah ini ada baiknya sambil mendengarkan lagu “Sahabat Kecil” nya Ipang. http://www.youtube.com/watch?v=FdVWN4h6a34&feature=related Karena sambil membayangkan lagu itulah untaian kata ini terjalin. Sebuah ungkapan hati bila bisa dikatakan, sayangnya hanya bisa dituliskan..
X Baru saja berakhir hujan di sore ini…
Beratus hujan telah kulalui di sekolah tercinta itu. Tapi tak pernah satupun aku merasa bosan karenanya. Hujan selalu menimbulkan euphoria aneh dalam diriku. Membersitkan kenangan masa lalu, dan ketika hujan pergi, tak sabar menunggu hujan lain yang kan datang lagi.
X Menyisakan keajaiban, kilauan indahnya pelangi…
Pelangi hari itu, saat tubuh bermandi peluh, terbalut kaos biru olahraga. Pelangi yang indah, apalagi bila menikmatinya bersama kawan. Menerbangkan angan berharap ada setumpuk kuali emas yang menunggu di ujungnya. Mungkin seperti kata pepatah setelah tangis akan ada bahagia dan setiap pisah akan ada jumpa.
X Tak pernah terlewatkan dan tetap mengaguminya…
Satu kalipun, tak pernah aku berharap akan berpisah ketika persahabatan datang. Meski orang-orang yang sama, aku tak pernah jemu. Mereka selalu memberiku energi aneh dalam setiap tawa dan kebersamaan, jika ada satu kupinta. Kuharap akan ada monitor raksasa yang merekam semua yang terlewatkan selama tiga tahun ini. Dan aku kan menyimpannya baik di dalam memori jiwaku.
X Kesempatan seperti ini, tak akan bisa beli…
Betapapun banyaknya gundukan koin emas di hadapanku untuk di tukar dengan kenangan ini, aku tak akan pernah melepaskannya. Tlah banyak kesempatan indah yang tak kan datang kedua kali. Kawan, kapankah bisa bersama lagi setelah hari putih abu terakhir berkibar? Rindu,,
X Bersamamu kuhabiskan waktu, senang bisa mengenal dirimu…
Pagi buta hingga siang terik menjelang, kawan, kau selalu ada di sekitarku. Meski tak banyak kata terucap, kawan selalu ada menemaniku. Jika tak ada mu kawan, mungkin aku hanya akan menjadi setumpuk rangka berjalan tak berjiwa. Maaf atas semua sakit di hatimu dan terima kasih atas semua obat di hatiku.
X Rasanya semua begitu sempurna, sayang untuk mengakhirinya…
Semuanya seperti skenario naskah drama sempurna yang pernah terangkai. Dan saat epilog terakhir diuntaikan, tertutuplah sudah tirai panggung drama. Menatap rindu pada menit-menit masa lalu yang berlalu sekelebat angin namun membekas terhujam bagai ukiran batu. Kawan, jikalau ada mesin penghenti waktu di dunia ini, aku ingin meminjamnya saat ini dan tak kan pernah membuatnya menutup lembaran, jikalau itu memang ada, kuharap,,
X Janganlah berganti, tetaplah seperti ini…
Seperti indahnya malam bertabur bintang tak ingin mengantinya dengan terangnya siang. Kawan, 2 Juni nanti kita akan berpisah. Ingat hukum alam, kawan? Dimana ada jumpa pasti akan ada pisah. Tapi kuharap kawan tidak pernah memisahkan semua kenangan tentang semua. Kawan, aku tak ingin mengucapkan selamat tinggal. Tapi aku akan mengucapkan sampai jumpa, karena aku percaya, suatu saat nanti di tempat dan waktu atau dimensi yang berbeda aku pasti menemukanmu, kawan.
  


Ini adalah tentang Aiko Konoe. Nama Aiko bukan berarti ia adalah orang Jepang. Aiko asli suku jawa blasteran sunda. Nama ai diambil dari kanji jepang “ai” yang artinya cinta dan konoe yang dipasangkan begitu saja oleh kedua orang tuanya dengan namanya karena cocok dengan kata aiko. Jadi kira-kira kalau diartikan Aiko Konoe adalah anak perempuan yang penuh cinta ^_^

Hari ini Aiko diwisuda dari SMA. Dia dinobatkan sebagai lulusan berprestasi di tahunnya. Hatinya begitu senang. Namun terasa masih ada yang mengganjal di hati. Perasaannya yang tak rela melepaskan euforia masa-masa SMA. Begitu juga, tidak rela melepas perasaannya pada seseorang di tengah kerumunan di sana yang sedang ia pandangi,  Mencoba untuk membiarkan perasaan itu pergi atau paling tidak melihatnya untuk yang terakhir kalinya, janji Aiko pada dirinya sendiri. Karena setelah lulus seseorang itu mungkin akan pergi jauh. Ia terpilih mendapatkan beasiswa impiannya untuk mengasah bakatnya di bidang seni.
Aiko terkenal sebagai pengurus ROHIS aktif di SMA-nya. Lewat mentoring, dia menemukan banyak hal yang membentuk dirinya seperti sekarang. Mentoring pula yang menjadi jembatan baginya untuk mengenal islam lebih jauh. Prinsip hidupnya yang tidak meyakini kata “pacaran” membuatnya bangga sekaligus sedih. Bangga karena Aiko ingin mendapat seseorang yang berjalan bersamanya nanti adalah seorang yang tulus. Sedih karena artinya ia harus membiarkan perasaan sukanya pada seseorang itu disimpan rapat-rapat dalam kotak di hatinya. Kekhawatiran akan seseorang yang mendampinginya kelak kadang datang menganggu. Tapi tidak apa semua itu adalah pilihannya. Sekarang adalah waktunya untuk memantaskan diri bagi takdir hidup yang menunggunya di masa depan.
Tahun berlalu, Aiko mengejar satu per satu mimpi-mimpi yang ia tuliskan di buku hariannya,  hasil motivasi yang didapatkannya di SMA dari seorang motivator luarbiasa. Kini, ia ada di London, Inggris. Tempat dimana keluarga monarki masih berkuasa dengan bersahaja. Negeri para raja dan ratu macam kisah di dongeng yang sering dibacanya dulu saat kanak-kanak. Mimpi ke 50-nya sudah terwujud. Aiko melanjutkan S2 di sana, menimba ilmu sambil memenuhi mimpinya ke 51 yaitu menguasai English british. Ia tak pernah menyangka, satu per satu mimpinya menjadi kenyataan. Walau pendidikan di sana sangat berat dan sangat berbeda dengan lingkungan belajar di tanah airnya, Aiko yakin ia pasti bisa berprestasi. Man jadda wa jada ^_^. Waktu luang diisi Aiko dengan browsing materi kuliah di internet dan menjalin silaturahim dengan teman-temannya via chatting. Dari sinilah sebuah kisah bermula…
Di suatu pagi yang aneh, sebuah nickname tiba-tiba muncul menyapanya. Saat itu pukul 03.00 pagi. Aiko belum tidur karena menyelesaikan tugas kuliahnya. Aiko balas menyapa dengan bahasa inggris. Tapi kemudian, ia merasakan hal yang membuatnya nyaman setelah ber-chatting ria beberapa kalimat dengan si empunya nickname “The Name”. Seperti seorang sahabat lama. Mereka pun menjalin persahabatan lewat dunia maya tanpa memedulikan atau saling bertanya “siapa dia”.
Pernah The Name menanyakan Aiko kenapa nickname-nya adalah “True Loner”. Aiko sendiri bingung menjawabnya. Di sekelilingnya selalu ada teman dan keluarga, tapi saat sendirian, ia sangat menikmati, merasa bebas bagaikan burung yang terbang tinggi dengan sayap. Di tengah jawabannya, tiba-tiba Aiko jadi teringat dengan kenangan masa SMA. Buku kenangan itu dibuka-bukanya. Ia tersenyum sendiri melihat dirinya dan teman-temannya di masa itu.
Aiko senang sekali menceritakan kisah hidupnya pada The Name. Tentang mimpi-mimpinya, cinta monyet masa SMA. Bahkan saat itu seorang True Loner tidak lagi merasa Loner/sendirian. Ia bercerita pernah menjadi guru dadakan setiap pelajaran matematika, dan waktu ada yang tetap tidak bisa, Aiko ikut-ikutan putus asa. Atau ketika ia ikut ujian drama bahasa Indonesia dan didandani dengan begitu menornya ^_^. Apalagi aktingnya yang kadang tidak mau diingatnya, benar-benar memalukan, tulisnya.
Ternyata The Name pernah ikut klub drama dari cerita yang ditulisnya kepada True Loner. Ia juga bercerita, dulu juga ada seorang murid yang selalu bersikap seperti seorang guru di kelasnya. Lucu sekali, setiap ada soal yang sulit, anak itu selalu dikorbankan untuk maju ke depan dan menjawab pertanyaan guru. Tapi, katanya, ia selalu gugup kalau disuruh berbicara di depan. Bicaranya berputar-putar seperti komidi putar.
‘Mirip denganku’ balas True Loner di bawah pohon sakura yang sedang bersemi indah. Ujung jilbab warna peach-nya berderai lembut ditiup angin musim semi. Tahun itu ia mendapat kesempatan tugas dinas luar negeri ke Jepang dari kantornya. Sudah dua tahun ,sejak lulus cum laude dari S2-nya, Aiko bekerja di salah satu KAP Big Four di ibukota. Aiko senang bukan main. Sekarang ia ada di Jepang! Melihat sakura berjatuhan di atasnya diterbangkan angin musim semi. Mimpi ke 90-nya terwujud.
Pada The Name, True Loner bercerita ia sedang ada di Jepang. Tapi dua hari lagi ia harus pulang ke negaranya, dengan emoticon wajah yang sedih. The Name menghiburnya dan bertanya ‘saat ini kau ada di Jepang bagian mana?’. Selama enam bulan Aiko menetap di Tokyo untuk pekerjaan sambil mengasah bahasa jepangnya. Saat musim dingin kemarin ia bercerita pergi ke Hokkaido bermain ski. Tapi sebelum pulang ia ingin pergi ke tempat dimana bisa melihat matahari terbenam musim semi di balik Gunung Fujiyama. Namun ia belum menemukan tempat itu.
The Name menulis,  ‘pergilah ke gedung paling tinggi di Tokyo’. Pasti Tokyo Tower, ingat Aiko saat membereskan kopernya. Malam ini ia akan pulang dengan pesawat penerbangan terakhir. Secepat langkah ia pergi ke Tokyo Tower dengan laptop di tangannya.
Sesampainya di sana, True Loner menyapa The Name di dunia maya. ‘Sekarang aku sedang berada di puncak tertinggi Tokyo menunggu matahari terbenam’ tulisnya. Saat itu masih sore. Senja akan datang beberapa menit lagi. Dihitung-hitung sudah hampir empat tahun The Name hadir menemaninya, pikir Aiko sambil menunggu balasan darinya. Dan tidak sekalipun di antara mereka yang saling bertanya nama sebenarnya atau sekedar menanyakan asal negara. Kursor komputer di layar mengedip,
The Name membalas ‘Aku juga sedang menunggu matahari terbenam ^_^’.
‘Pasti menyenangkan jika bisa bersama-sama melihatnya…’ ketik Aiko.
‘Memang seperti itu’ balas The Name kemudian.
Aiko mendadak terdiam.. tak mengerti.., ‘Maksudnya?? ^^; ’ Tanya True Loner.
‘Di musim dingin, True Loner bercerita pergi main ski di Hokkaido, saat itu aku juga sedang menyentuh salju Hokkaido yang dingin dengan kedua tanganku. Sangat menyenangkan ^_^
Saat True Loner bercerita ia sedang melihat hujan sakura, aku juga melihatnya. Sangat indah.. Karena itu aku sangat senang ketika True Loner bilang akan pergi ke Jepang. Akhirnya The Name menemukan True Loner, dan True Loner tidak perlu berharap lagi The Name bisa melihat matahari terbenam bersamanya, karena aku sudah bersamamu’
Aiko terkejut bukan main saat membaca chat The name. Ia segera mencari ke segala arah dan menemukan seseorang berdiri tepat beberapa meter di depannya, sambil memegang laptop di tangannya. Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia ada di sini? Pasti suatu kebetulan, pikir Aiko saat melihat orang di depannya adalah orang yang dulu disukainya saat SMA. Orang itu mengetikkan sesuatu di laptopnya. ‘True Loner, berbaliklah. Matahari akan terbenam’ baca Aiko di laptop miliknya. Subhanallah, bisiknya. Bagi Aiko matahari terbenam hari itu adalah paling luarbiasa yang pernah dilihatnya. Airmata membasahi pipinya.
*Setahun kemudian, The Name meminta True Loner menemaninya untuk mengarungi perahu kehidupan bersamanya. Rencana Allah itu akan selalu indah.
‘Akhirnya mimpi ke 100-ku menjadi kenyataan ^_^’ ..  Aku Aiko.