twitter



Akhir semester 7 lalu adalah saat yang paling melegakan sekaligus saat yang paling sedih.. saat untuk bisa menikmati tarikan napas panjang sebelum memulai sesuatu yang baru yang lebih berat di depan sana. Aku kembali menengok ke belakang lagi, kursi itu, papan tulis itu, ruangan kelas itu, itu adalah hari terakhir aku duduk di sini bersama mereka bersama-sama di dalam satu tempat yang sama sebelum nantinya kita akan bertemu di ujung jalan ini, gumamku dalam hati.

"Azalea!!!"
Akupun tersadar dari lamunanku, hei.. sekarang aku sedang berjalan bersama mereka di sini, di puncak!
"Sedang apa?" tanya seorang teman, " lihat deh gunungnya, yang begini gak ada di Jakarta, hehe" jawabku pada teman-teman lain yang sedang berjalan berusaha menyejajari langkah dengan kepayahan. Pagi itu, aku dan teman-teman memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar villa. katanya ada curug di atas sana. Daripada hanya menghabiskan waktu menonton tv dan mengobrol di dalam villa, kami sepakat untuk mendaki ke atas.
Sekali lagi menghirup napas dalam-dalam, barisan pegunungan di depan mata sungguh menakjubkan, berkali-kali kata "subhanallah.." mengalir begitu saja mengagumi keindahan sang Maha Pencipta.
Kebanyakan jalanan yang kami daki ini kemiringannya hampir 45 derajat, kadang membuat oleng juga. Tidak jarang baru beberapa meter berjalan, kami sudah beristirahat kembali karena napas yang terengah-engah. Teman yang masih kuat kembali berjalan dan memberi semangat pada yang lain..
"Tenang.. sebentar lagi sampai, hosh.. hosh.." kata seorang teman pada temannya. Tidak lama lagi kami berjalan lalu berhenti kembali. "Ayo semangat, suara curugnya udah kedengeran tuh..!" Seru yang lain. Membatin, jangankan suara curug, pintu masuknya saja belum kelihatan, hehe..
Dan begitu seterusnya, pertanyaan berganti jawaban, keluhan berganti kata-kata semangat. Sepanjang perjalanan menuju pintu masuk curug, semuanya saling berbagi perbekalan. 

Akhirnya kami tiba juga di satu tempat yang aku sebut sebagai pit stop pertama, ^_^ Itu adalah sebuah jalan yang datar yang di atas jalan yang mendaki. Ada batu besar di sana, padang ilalang, kumpulan rumput liar dan bunga liar yang tumbuh saling bersilangan, Bebatuan kerikil, dan di ujung sana ada sebuah saung kecil yang terbuat dari rangkaian bambu. Sang juru foto cekatan menjepret sana dan sini, tempat itu memang bagus dijadikan objek foto. Di dekat sana juga ada curug, tapi itu hanyalah anak curug bukan curug sebenarnya yang kami tuju. Aku tertegun saat melihat salah satu teman kami yang tadi mengatakan tidak ingin ikut karena merasa dirinya tidak akan sanggup sampai puncak, dia memang bertumbuh agak gempal. Tapi lihatlah, di saung, dia sedang duduk sambil kepayahan, keringatnya mengucur deras. Wah, kau hebat! seru teman yang lain bergantian.
Dengan begini tidak ada yang tertinggal kan.. ^_^

Pit stop kedua, setelah melewati jembatan kecil yang di bawahnya mengalir sungai kecil yang cukup deras, kami sampai di pintu masuk curug. Setiap orang dikenai biaya masuk. Aku sempat melihat sebuah banner plastik yang memuat foto curug yang akan kami tuju. Namanya adalah "curug kembar". Setelah kuhitung-hitung, total perjalanan dari villa sampai ke pintu masuk sekitar 1 jam 30 menit. Itu adalah jarak yang dibilang "dekat" oleh penduduk sekitar yang kami temui sepanjang perjalanan saat akan menanyakan arah ke curug kembar, ckck..

Dari sini perjalanan ke curug kembar akan di mulai. dari jalan berumput yang lapang dan besar menyempit menjadi jalan setapak. Petugas penjaga di sana hanya mengantar kami sampai di jalan setapak itu. 
hm.. Dari dulu dan kurasa sampai kapanpun aku akan tetap menyukai perjalanan mendaki gunung. Perjalanan ke curug kembar hari itu menyimpan banyak cerita. Sejatinya, bagiku, mendaki gunung bisa diibaratkan sebagai perjalanan hidup. Jalan menanjak yang menjauhkan, jalan menurun yang mendekatkan. Ini mungkin pengalamanku yang ke sekian kalinya menanjak hutan untuk melihat curug, dengan orang-orang yang berbeda yang selama ini menjadi teman seperjuangan selama 4 tahun. Bersama-sama Mencari jati diri, mencari janji kehidupan yang lebih baik. Di saat-saat seperti inilah, aku jadi dapat mengenal mereka satu per satu dengan lebih baik.

Mereka sesungguhnya asing bagiku, 4 tahun ini, ah.. rasanya cepat sekali. Saat menyebrangi aliran sungai deras dengan berpijak pada susunan batu kali yang diikat kawat, aku hampir terpeleset jatuh, padahal di sebelahku air yang jatuh ke bawah deras sekali bergulung-gulung. Tapi, uluran tangan itu selalu siap membantu. Lalu teriakan-teriakan penyemangat. Bahkan saat kau berteriak mengaduh kesakitan, selalu ada yang bersedia menghentikan langkahnya untuk kemudian menghampirimu dan menawarkan bantuan. 4 tahun kebersamaan.. Saling toleran. Banyak teriakan-teriakan putus asa saat langkah-langkah kaki mulai berat sedang tempat yang dituju belum juga kelihatan ujungnya.

Namun hal itu bukanlah penghalang. Saat kami tersesat, ada seorang yang kami percayakan untuk memandu. Maklum saja, di antara 25 orang yang pergi ke curug hari itu, tidak ada satupun yang mengerti medan pendakian, tidak ada satupun dari kami yang punya pengalaman sebagai pendaki gunung. Aku? yang dulu-dulu aku hanya mengikuti arahan dari pemimpin perjalanan. Dan jangan tanyakan seperti apa persiapan kami saat mendaki, ada yang pakai baju tidur, ada yang memakai rok (aku pelakunya, hehe), ada yang pakai sandal jepit, ada yang pakai sandal cantik, ada yang pakai celana selutut, ckck.. Perbekalan? kami hanya membawa minum beberapa botol. Kami benar-benar tersesat saat perjalanan pulang, jalan yang kami lalui saat berangkat tadi tiba-tiba saja hilang. Medan pendakian itu memang sangat berat. tidak ada penunjuk jalan seperti di curug tujuh yang pernah aku kunjungi. Hutan yang kami lalui juga sepertinya hutan yang perawan karena tidak ada tanda-tanda aktivitas manusia seperti sampah dan sebagainya. Hanya insting dan petunjuk seadanya yang diberikan oleh petugas penjaga tadi. Karena masih termasuk tempat yang baru dan sepi pengunjung, jalan setapak yang ada pun kurang jelas terlihat, jangan tanyakan padaku tentang hewan-hewan yang ada di sana. Tidak ada seorang pun dari kami yang luput dari gigitan pacet, lintah dan sebagainya. Bahkan beberapa ada yang digigit cukup parah. Aku sendiri terkena gigitan di sela jari, hikz.. rasanya perih sekali. Ditambah lagi saat itu kami tersesat. Yang bisa kuucap hanya doa yang tak putus dalam hati, semoga Allah menunjukkan jalan keluarnya, jalan kami untuk kembali. Beberapa dari kami terjatuh, dan memar di sana-sini. Anak laki-laki berusaha untuk menemukan jalan keluarnya, mencoba berbagai jalan yang ada, tak jarang yang kami temui adalah jalan buntu. Aku hanya berpikir, bagaimana jika kami tidak bisa menemukan jalan keluar? dengan alat komunikasi yang tidak berfungsi karena tidak ada sinyal telepon di sana. Bismillah.. aku menguatkan hati untuk berpikir positif. Akhirnya kami kembali ke jalan persimpangan semula. Titik awal kami mulai tersesat. Dan alhamdulillah, tiba-tiba saja kami melihat ada sebuah jalan di sana. Jalan yang mirip dengan keberangkatan tadi. Semua keraguan yang ada ditepis. Mencoba percaya pada teman kami yang memimpin di depan.

Perjalanan hari itu memang menuai banyak hikmah. Rasa saling pengertian, saling memberi semangat.
Ketika menemukan jalan untuk kembali, semuanya buncah oleh perasaan senang, dan tidak terkatakan lagi rasa syukur saat melihat jalanan landai berumput yang kami lalui di awal tadi. Tidak pernah ada perasaan sebahagia ini ketika melihat jalanan berumput, hehe..
Teman yang bertugas mengambil foto memasang tripod dengan cermat dibantu yang lain. Sementara aku dan teman-teman mengatur posisi di depan lensa kamera. 50 foto diabadikan di sana, hatiku dipenuhi perasaan syukur dan haru. Melihat mereka, Memang ada kalanya ada yang merasa letih untuk melanjutkan. Memang untuk beberapa hal kita harus menghentikan langkah. Tapi itulah indahnya sebuah perjalanan. Dan itulah indahnya pertemanan. Selalu ada tempat untuk seorang teman. Selalu. Dan akan selalu ada di sana. Dia adalah teman.  

Di bawah langit malam, berteman suara riuh rendah dari teman-teman yang sedang menerbangkan lampion asa ke udara, aku berbisik padaNya. Semoga Kau akan mengumpulkan kami lagi di tempat yang sama, duduk bersama, di bawah satu atap yang sama. Dengan senyum bahagia mengenakan pakaian toga. Sampai saat itu tiba, aku ingin mengatakan pada kalian, Bersemangatlah! 
Terimakasih untuk semuanya. Terimakasih sudah membagi kebersamaan ini selama 4 tahun. Terimakasih untuk semua senyuman, tawa, tangis, kecewa, haru, bangga, dan terimakasih Maaf untuk semua keliru yang pernah ada.. Aku bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga besar ini. Kalian semua istimewa. 

220113.S1AKR9.^_^
 @Bundo, Dini, Indah, Duwi, fajri, Putri, Ary, Oka, Apri, Maria, Ahada, Ami, faisal, Apim, Ginanjar, Nesa, Adzima, Dwi, Esa, Gaby, Hafidz, Handry, Intan, Marsha, Ratih, Safirta, Steffi, Syuaif, Veni, Winny, Tika, Kahfi, Icha, Idris, Arief.

0 komentar:

Posting Komentar