Tahun ini kuputuskan untuk pergi ke pameran buku sendiri. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya di mana aku mengajak teman untuk berkunjung ke acara ini yang selalu rutin diadakan setiap tahunnya. Acara semacam ini memang surganya bagi para pecinta buku sepertiku.
Tahun ini aku hanya ingin menikmati kesenangan ini sendirian. Karena tak pernah ada cukup waktu bila membagi hal menyenangkan ini dengan orang lain. Mereka selalu saja sibuk ingin terburu-buru ke sana dan ke sini karena bosan dan sebagainya. Sementara, aku tidak pernah bosan menatap tumpukan buku-buku yang memamnggil untuk kubaca.
Tabungan hampir setengah tahun yang kukumpulkan, dengan senang hati kudedikasikan untuk momen seperti ini. Aku berjalan berkeliling dari satu booth pameran ke booth buku lainnya. Mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah judul buku lama yang tertera dalam bahasa jepang. Tanganku spontan memegangnya. dan menarik buku itu dari barisan rak di hadapanku. "Ichi Rittoru No Namida".
Baru teringat, aku sudah punya buku dengan judul yang sama di rumah. Ingin tak jadi membeli tapi tak sampai hati karena aku tidak ingin menyulitkan petugas ini, juga antrian di belakangku yang mengular panjang. Sudahlah, anggap saja untuk koleksi, pikirku. Kuucapkan terimakasih pada nona petugas kasir itu dan berlalu pergi. Dalam hati tak habis-habisnya aku berkata pada diri kekonyolan yang baru saja kulakukan. Efek dari percakapan dengan seorang istimewa yang juga menyukai buku dengan judul yang sama. Begitu pikirku. Pasti itu yang menggerakkanku, alasanku pada sendiri.
Tak pernah ada yang bisa memastikan berapa lama aku berada di pameran buku itu. Begitu kulangkahkan kaki keluar, langit biru sudah digantikan langit gelap malam yang diseraki bintang-bintang kecil nan indah. Ini malam purnana. Sorotan lampu dari gedung-gedung tinggi yang ada di sekitarnya turut memeriahkan panorama malam. Kuputuskan untuk segera pulang. Biarpun hati belum puas bermandikan lautan buku.
Beberapa langkah menjauhi stadion tempat pertandingan bulutangkis yang telah disulap menjadi pameran buku, seseorang yang kukenali sosoknya berdiri di sisi jalan sambil memandangi sesuatu. Segenap kekuatan kukumpulkan, memberanikan diri menghampiri dan menyapanya. Wajahnya terlihat muram sekali. Ternyata ia merasa sedih karena tidak sempat berkeliling ke pameran buku di hari terakhir itu. Waktupun menunjukkan sudah hampir tutup. Dia terlupa dengan acara penting satu itu, padahal ada sebuah buku yang sudah sejak lama sangat diinginkannya.
Karena tidak enak hati sudah masuk ke dalam kisahnya hari itu, aku pun sedikit menghiburnya. Kami pulang bersama. Tidak sengaja, karena arah rumah kami memang sama. Aneh rasanya kalau tidak berbarengan pulang.
Kereta yang kunaiki sudah lengang. Hanya satu sampai dua orang saja yang menduduki barisan tempat duduk yang tersedia di setiap gerbongnya. Maklum saja, ini weekend. Sesaknya penumpang saat hari kerja absen untuk hari ini. Di kereta yang lengang itu, udara dari mesin pendingin benar-benar terasa menusuk. Aku mengeluarkan jaket yang kusimpan di dalam tas ransel dan tanpa sengaja juga ikut menumpahkan bungkusan buku-buku yang tadi kubeli di pameran. Dia terkejut bukan main saat melihat tas ransel yang besar itu penyebabnya ternyata adalah buku-buku yang kubeli.
Kami sama-sama pecinta buku. Maka obrolan yang mengalir pun berlangsung seputar buku yang kami sukai. Dia bercerita saat hendak mencari buku idamannya di booth, ternyata buku itu sudah tidak ada. Bagi seorang pecinta buku, gagal menemukan buku yang begitu diinginkan adalah hal yang membuat sedih. Akupun balik bercerita tentang sebuah buku yang tidak sengaja terbeli dan aku menunjukkan bungkusan buku itu padanya.
Raut wajahnya seketika berubah sumringah saat melihat judul buku tersebut. "Ichi Rittoru No Namida". Ternyata buku yang dicarinya adalah ini. Dan aku yang telah membelinya. Seperti takdir. Aku merasakannya.Di dunia ini semua hal terjadi bukan dengan tanpa alasan. Sama sepertiku, diapun sangat mengagumi cerita yang diangkat dari kisah nyata itu.
Kereta yang kami tumpangi akhirnya tiba di stasiun tujuan. Aku dan dia turun dari gerbong. Malam semakin larut. Sepanjang perjalanan tadi telah kubulatkan tekad untuk melakukan sesuatu yang selama ini ingin kulakukan. Kami berpisah di pintu keluar stasiun. Sebelum itu aku menyerahkan sesuatu padanya. Bungkusan buku "Ichi Rittoru No Namida". Hadiah dariku untuknya. Diapun tersenyum berterima kasih. Malam ini entah bagaimana terasa sempurna.
Hadiah buku selalu istimewa.