Angin berhembus lembut. Pagi ini
matahari tidak bersinar sempurna. Tapi aku tetap dapat menikmati hari dengan
segelas coklat panas dan iringan musik lembut yang mengalun dalam earphone yang
kugunakan. Mulai membayangi tentang semua hal. Yang sudah berlalu empat bulan
ini. Pahit, manis. Tapi entah bagaimana, yang lebih banyak tersimpan adalah
kenangan manis. Aku bersyukur tentang hal itu.
Bulan lalu aku bertemu dengan
sahabat lama. Tidak sengaja berpapasan dengannya di jalan yang sering kulalui,
dan mungkin juga jalan yang sering dilaluinya. Aku hanya sempat bertukar senyum
lantas melangkah pergi, menatap ke langit yang kelabu seperti hari ini karena
khawatir hujan deras akan segera turun. Jika bukan karena aku dan dia
berbeda,mungkin aku sudah memberikan salam yang hangat padanya dan mengobrol
ringan tentang segala hal yang terlewati saat tidak berjumpa. Tapi, senyuman
saja sudah cukup.
Dan juga bulan yang lalu lagi,
Wajah yang kukenal melemparkan senyumnya yang bersahabat. Kali itu, aku tidak
sempat membalasnya karena langkah kakiku yang memburu waktu. Ada sedikit
perasaan menyesal. Tapi aku tersenyum saat kami sudah saling berselisih jalan.
Yang mungkin tidak akan disadarinya. Ingin rasanya menoleh ke belakang, tanpa alasan
yang jelas. Namun ketika teringat dengan cerita kawan yang kukenal dan hal lucu
yang menyertainya, kuurungkan niat tak jelas itu.
Dulu sekali, kawan yang kukenal
juga mengalami pertemuan seperti ini. Bedanya saat sudah berselisih jalan, ia
menyempatkan untuk menengok kembali ke belakang. Dan di saat yang bersamaan,
orang yang tadi berpapasan dengannya juga menoleh ke belakang, dan tanpa
disengaja mereka sudah saling bertatapan satu sama lain. Karena saling berbeda,
kawanku cepat-cepat memutar pandang dan berjalan secepat yang ia bisa sambil
menahan rasa malu yang sulit disembunyikan dari wajahnya yang merona merah.
Dalam ceritaku, aku tak ingin pertemuan tak disengaja ini juga berakhir seperti
ceritanya.
Bagaimana caranya aku selalu
berpapasan dengannya di waktu yang selalu tidak tepat. Pertanyaan menggelitik
berikutnya adalah, bagaimana hal aku selalu bertemu dengannya di waktu seperti
ini. Semua pertanyaan tanpa jawaban itu terus berputar sepanjang kakiku
melangkah ke tempat tujuan. Sebentar memasang wajah bingung, sebentar memasang
wajah bahagia. Sebentar memasang wajah bersungut karena memikirkan hal tak
penting, sebentar menatap langit kebiruan dan merasakan sesuatu berdesir,
perasaan mencelos aneh seperti kau jatuh ke dalam jurang yang dalam.
Di suatu pagi yang tidak terlalu
kuingat kapan, aku kembali berpapasan dengan sahabat lama. Yang bisa kuingat
dari hari itu hanyalah perasaanku di pagi hari yang tidak terlalu baik. Tidak
ada lagu, tidak ada harapan-harapan yang ingin kuwujudkan hari itu. Perasaaan
menyebalkan seperti kau ingin cepat-cepat hari berakhir. Dan di saat hatiku
sedang menggumamkan kekesalan pada dunia, tiba-tiba saja aku mendengar sebuah
salam terucap. Spontan aku menghentikan langkah dan cepat-cepat menoleh ke
belakang. Tapi kali ini aku tidak sempat bertemu sosoknya yang terlebih dulu
menghilang di persimpangan jalan di belakangku. Sayang sekali. Aku tidak begitu
yakin apakah ia orang yang sama, intuisiku mengatakan itu adalah dia, sahabat
lama. Tapi, entah bagaimana, ada sebuah lagu yang mengalun indah dalam hati. Hari
itu, laguku kembali berputar dan berharap hari yang indah tidak akan cepat
berakhir.
Sayangnya, itu adalah hari
terakhir aku menemukan sosoknya. Esok, dan lusa, juga hari setelahnya aku tidak
pernah lagi bertemu dengannya. Anehnya ada perasaan sedih, meski hanya sedikit.
Kejutan kecil menyenangkan itu telah usai dan hilang keajaibannya. Tapi setiap
kali aku teringat dengan potongan bagian dari kenangan itu, dan melewati jalan
yang biasa aku lewati ketika berpapasan dengannya, aku selalu dapat tersenyum.
Pun hingga detik ini.