twitter


Suatu pagi, Seorang guru tiba-tiba saja memberikan sepucuk surat kepada semua muridnya dan mengatakan itu sebagai pesan terakhir darinya karena umurnya tidak akan lama lagi, paling lama 3 bulan. Eh?? Adegan apa ini? Pikirku mula-mula, dan begitu juga pikiran semua murid di kelasnya.
Maeda sensei selama ini dikenal sebagai wali kelas yang dingin, terkesan tidak peduli dengan muridnya apalagi berbincang dengan murid-muridnya. Sang ketua kelas, Takamina merasa sia-sia saja, dan mengabaikan surat itu pun teman-teman yang lain. Tapi satu per satu dari mereka mulai mengerti maksud dari isi surat tersebut yang ternyata sangat personal dan menggambarkan diri mereka, keadaan yang sedang mereka hadapi. Tanpa mereka sadari, sebenarnya Maeda sensei tidak pernah sekalipun mengabaikan mereka. Ia mengamati dari jauh, memerhatikan dengan caranya sendiri karena ada masa lalu yang pahit yang membuatnya menjaga jarak dalam berinteraksi dengan murid.
Sesaat setelah Maeda sensei memberikan surat-surat tersebut, ia segera menjalani perawatan di rumah sakit. Tepatnya menunggu waktu "ajalnya", karena selain rumah sakit Maeda sensei merasa tidak punya (rumah) tempat untuk dituju. Nah dari sanalah perlahan misteri surat itu terungkap, hihi. Walau tidak runut, melompat dari satu potongan cerita ke potongan cerita murid yang satu dan yang lain, tapi pada akhirnya ada benang merah dan itu yang membuat film ini menarik untuk diikuti karena alurnya yang tidak membosankan.
Maeda Sensei punya satu kebiasaan unik yang selalu ditanyakan oleh muridnya. Ia selalu telaten mengurus dan merawat sebuah pohon sakura yang ditanam di halaman sekolah semenjak sekolah itu berdiri sebagai lambang Sakura gakuen, tidak pernah sekalipun pohon sakura itu berbunga. Seakan maeda sensei lebih peduli mengurus pohon dibanding mengurus muridnya. Kalau aku jadi muridnya pasti juga merasa jealous kan.. Masa pohon aja diperhatiin sampai segitunya, hehe...
Tapi Maeda sensei punya alasan khusus yang baru akan terungkap di akhir episode. Yang sebenarnya, Maeda sensei merasa bersalah karena tidak bisa memerhatikan dan memberikan perhatian yang selayaknya pada murid-murid yang sangat ia sayangi. Sebagai ganti dan rasa permintaan maafnya, ia ingin saat murid-muridnya lulus tiga bulan dari sekarang, mereka akan dapat melihat pohon sakura dengan bunga-bunganya yang indah bermekaran mengantar mereka di hari kelulusan saat dirinya tidak bisa berada di sana untuk menemani mereka di momen terpenting itu.
Pas Takamina dkk tahu alasan yang sebenarnya, itu sedih banget momennya. Hikz... Dan beramai-ramai mereka menghentikan petugas yang diutus sekolah untuk menebang pohon sakura yang sangat berarti bagi sensei mereka. Mereka berjanji akan menyerah jika pada hari kelulusan pohon sakura itu tidak juga berbunga. Dan sekolah boleh menebang pohon tersebut. Duh... Mariko sama keren banget di adegan ini,  berperan sebagai sensei pengganti yang cakap dan berpihak pada muridnya.
Singkat cerita, sampai hari kelulusan, walaupun sudah mencoba berbagai cara, pohon sakura itu tidak juga berbunga. Tapi Takamina dkk tidak kehabisan akal. Sebagai ganti bunga sakura, mereka membuat bunga-bunga replika dari kertas krep dan hiasan yang isinya ucapan terimakasih untuk Maeda sensei. Kalau boleh jujur, pohonnya jadi lebih indah, hehe... Dibanding yang asli. Aku terharu sekali waktu lihat hasil akhir pohon sakura ala mereka.
Takamina dan Yuko sebelumnya berusaha untuk menemukan anak perempuan Maeda sensei yang bernama Atsuko san, Acchan... >o<. Jadi usut punya usut, dulu ada seorang murid yang mengalami kesulitan dan Maeda sensei sebagai wali kelas, as usual, membantunya. Tapi karena kesalahpahaman, hal tersebut membuat Atsuko san jadi salah pengertian dan menganggap ayahnya tidak ada saat anaknya sendiri membutuhkannya sementara Atsuko tidak punya sesiapa lagi selain ayahnya karena ibunya sudah meninggal. Dari yang aku tangkap si kayaknya Atsuko san ini di sekolahnya sering di bully oleh teman-temannya. Sampai akhirnya Atsuko san kecewa dengan sikap ayahnya dan memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup mandiri. Bahkan memutus kontak dengan sang ayah.
Dari semua hal, inilah yang paling disesali oleh Maeda sensei. Hingga ia trauma dan mulai menjaga jarak dengan para muridnya. Jadi udah tahu kan alasannya kenapa Maeda sensei bersikap superzz dingin. Karena ia tidak ingin mengecewakan anak perempuannya lagi.  Namun sampai saat terakhir hidupnya, hal yang sangat ingin ia lakukan adalah melihat senyum Atsuko san kembali seperti dulu belum terpenuhi. Takamina meminta Maeda sensei juga menulis surat untuk anaknya Atsuko san. Jika surat dari sensei saja bisa mengubah kami, maka aku yakin hal yang sama juga akan bisa menggerakkan hati Atsuko san, begitu ucap Takamina. Aih.. Ketua kelas yang mengagumkan ya, hihi. No wonder because she is the AKB48 general manager ^_^.
Nah, Takamina dan Yuko berhasil menemui Atsuko dan memberikan surat tersebut. Awalnya Atsuko tentu aja menolak, tapi melihat kesungguhan mereka berdua, Atsuko yang selama ini bekerja di sebuah toko bunga pun, hatinya meleleh dan ia menemui ayahnya untuk meminta maaf untuk semua hal yang pernah terjadi. Begitu pula dengan Maeda sensei. Well, its a happy ending story.
Di hari kelulusan, mereka semua berkumpul di lapangan pohon sakura dan mengundang Maeda sensei ditemani Atsuko san. Atsuko san menyampaikan rasa terimakasihnya karena mereka telah membuatnya sadar hal paling berharga yang ia lupakan. Murid-murid berbaris rapi dan suara dentingan piano mulai terdengar. Itu adalah alunan dari lagu "sakura no ki ni narou" (salah satu lagu andalan akb48 yang berhasil masuk tangga chart oricon, yei...) yang ditulis Maeda sensei long ago untuk dinyanyikan muridnya dulu saat upacara kelulusan.
Maeda sensei terharu.
Ketika lagu hampir habis, mereka semua berkumpul mengelilingi Maeda sensei yang duduk di kursi roda dan menyanyikan potongan reff bersama. Lalu entah darimana tiba-tiba ada kelopak-kelopak bunga sakura yang berguguran. Sambil memandang ke arah pohon sakura, mereka semua tersenyum bahagia.

After a few years past by, mereka kembali bertemu di lapangan sekolah sakura gakuin. Tentu saja Maeda sensei tidak lagi bersama mereka. Beberapa waktu setelah pertemuan di hari kelulusan, Maeda sensei menghembuskan napas terakhirnya. And i'm pretty sure, he is gone peacefully :).
Setelah bertahun-tahun, akhirnya pohon sakura itu berbunga. Dan hari di mana sakura itu bermekaran, mereka semua kembali ke sana untuk mengenang kenangan indah yang tersimpan abadi bersama kokohnya pohon sakura. Sakura kara no tegami (sepucuk surat dari bunga sakura).

~~Eien no sakura no ki ni narou...


Aku jadi ingat. Dulu, saat aku harus berhemat dengan tidak makan ke kantin saat istirahat. Sesuatu yang terus kulakukan sejak SD, SMP, bahkan SMA. Bagiku kantin sekolah adalah tempat yang asing. Pun ketika kuliah. Jarang sekali aku mampir ke sana kalau tidak sedang diajak teman atau apa. Waktu SMP dulu cukup bekal dari rumah yang kusantap. Kalau tidak sempat membuat bekal, maka aku akan "puasa" makan siang dan mengisi waktu dengan pergi ke masjid, perpus, atau sekedar membaca buku pelajaran di kelas. Saat itu, bagiku bisa pergi ke kantin adalah sebuah kemewahan. Tak jarang aku harus menabung untuk bisa sekadar jajan di kantin. Lucu sendiri mengingatnya.
Waktu SMA sampai lulus, aku selalu membayangkan lezatnya soto mang acil atau lembut dan gurihnya bubur mang ade tanpa sekalipun pernah mencobanya. Sampai aku sudah kuliah dan bisa punya uang sendiri, keinginan itu teringat kembali. Tapi sayang saat ke sana lagi, kantin sma nya sudah berubah, hehe...
Aku baru tahu nikmatnya bisa jajan di kantin waktu kuliah karena sudah ada uang sendiri dari kerja part time ngajar privat. Pergi ke kantin dan icip2. Walau hanya berbilang jari kunjunganku ke sana, tetap saja terasa menyenangkan.
Sesederhana itu. Pun jika terkadang aku teringat dengan semua hal itu, aku bersyukur karena pernah mengalaminya. Masa-masa yang penuh kesederhanaan. Saat sepotong roti coklat pemberian teman ketika perut lapar terasa sangat berharga melebihi sepotong emas.