twitter


Hari itu, Dia seperti menemukan kembali potongan puzzle yang hilang. Ada yang sengaja membuat pertemuan-pertemuan tidak terencana ini, batin Azalea. Seakan, dua hari lalu, jarak, ruang, dan waktu seperti disempitkan menjadi dekat. Hari yang berbeda namun pertemuan tak sengaja dengan orang yang sama.

Di malam hari, sepulang dari aktivitas yang melelahkan tapi menyenangkan. Mobil angkutan yang  ia tumpangi segera akan berputar haluan ke pemberhentian terakhir saat tiba-tiba ada penglihatan yang begitu familiar dari mobil angkutan lainnya yang baru saja melewatinya. 

Seperti adegan-adegan di drama, sang tokoh utama mengenali betul penglihatan itu dan secara ajaib angin berdesir lembut menyapu wajahnya. ya, begitulah kira-kira yang terjadi pada Azalea. Empat tahun berlalu, hampir tidak ada yang berubah pada orang itu. Dia adalah kawan lama. Hal itu terasa seperti sebuah "penghiburan". Seperti yang sudah kusebutkan di awal, Azalea bagaikan menemukan satu puzzle kehidupannya yang hilang. Hal itu membuat dia tersedot ke masa lalu.

Dulu si kutu buku ini (Azalea) sangat suka berlama-lama di perpustakaan. Apalagi semasa duduk di bangku XI jarak kelasnya dan perpustakaan sekolah bersebelahan. Setelah sekolah dan rumah, perpustakaan adalah tempat ternyaman untuk Azalea. Tidak hanya membaca, tapi ia juga suka suasana di sana. Seringkakali ke perpustakaan hanya untuk menyepi. Atau sekedar duduk diam menghilangkan kepenatan pikiran yang menyesaki hari.

Azalea hampir hapal dimana letak semua jenis buku yang ada di perpustakaan sekolahnya. Juga sangat akrab dengan penjaga perpustakaan sekolah. Bahkan beberapa waktu pernah Azalea diminta untuk menjaga perpustakaan ketika Ibu penjaga perpus harus pergi ke suatu tempat sebentar. Ia juga hapal dengan orang-orang yang sering berkunjung kesana. Di antara sekian banyak pengunjung, ada dua orang yang selalu ditemuinya hampir setiap hari di tempat itu. Mereka teman satu kelas. 

Salah satu dari dua pengunjung itu adalah orang yang dilihat Azalea tempo hari. Orang itu kita sebut saja, "Piisu". Piisu sangat gemar membaca buku-buku sains fiksi tebal, minimal 200 hal. Karena itu, Azalea yang awalnya tidak tertarik membaca buku-buku tebal >200 hal, heran bagaimana seseorang bisa begitu menikmati membaca buku tersebut. Semua buku trilogi "lord of the rings" dan "Eragon" habis dibaca Piisu hingga tahun ketiga mereka bersekolah di sana.  Azalea pun mulai mencoba buku-buku semacam itu, merasa tertantang juga karena dia yang notabene suka dengan perpustakaan dan buku masa belum pernah membaca jenis buku seperti itu. Jadilah daftar bacaan Azalea bertambah, Bu penjaga perpus sampai heran ketika Azalea ingin meminjam buku-buku tebal sains fiksi dan sebagainya. Meskipun di awal, Azalea butuh 'kerja keras' untuk membacanya, ada beberapa buku yang harus ia pinjam sampai empat kali karena sampai batas pengembalian bukupun Azalea belum selesai membacanya. Satu bulan untuk membaca salah satu buku setebal 700 hal dari serial novel Harry Potter karya JK Rowling. Sedangkan Piisu hanya butuh satu minggu untuk menyelesaikannya. Tapi dari hal itu, sampai empat tahun kemudian, kebiasaan membaca buku seperti itu sudah menjadi bagian yang Azalea sukai. Azalea kadang tersenyum sendiri ketika melihat novel Eragon yang terpajang di salah satu sudut rak di toko buku langganannya.

Malam beranjak larut, turun dari mobil angkot yang ditumpanginya, Azalea bergegas melangkah karena langit malam dipenuhi arakan awan pembawa hujan. Ia memilih berjalan kaki ke rumah, bukan karena tidak ada uang untuk menumpang angkutan umum lainnya, tapi karena Azalea ingin menikmati suasana malam sendirian di tengah keramaian.

Ketika sampai di sebuah lapangan luas yang berdekatan dengan stasiun kereta api, sontak, ia mendengar seseorang terbatuk di belakangnya. Suaranya tidak asing. Entah energi apa yang mendorongnya, Azalea lekas mempercepat langkahnya. Ada sesuatu di dalam dirinya yang meyakini kalau yang terbatuk itu adalah Piisu, orang yang ia lihat di mobil tadi. Tempat turun mereka memang sama, rumah mereka juga sebenarnya terbilang dekat karena masih satu wilayah yang sama. Tapi malam itu, Azalea sedang tidak ingin bertemu siapapun, tidak dengan penampilan seperti ini, batinnya. Orang lain yang berada di sekitarnya agak terheran-heran melihat orang asing itu (azalea) berlari-lari kecil seperti berusaha lari dari sesuatu, saat akan menyebrangi jembatan kayu, hampir saja ia hilang keseimbangan. Syukurlah tidak apa-apa, Azalea membatin. Akan sangat memalukan terjatuh di tempat seperti ini. Langkahnya kembali diburu. aku hanya ingin segera menghilang di balik kerumunan ini, bisik Azalea pada dirinya. 

Tiba di tempat mobil-mobil yang menunggu penumpangnya, Azalea menarik napas lega. Apapun itu, Azalea lega karena berhasil 'sendiri' lagi. Dalam hati ia tertawa sendiri, bodoh sekali aku, ucapnya. Langit malam itu benar-benar tidak bisa menghiburnya. Angin malam menerpa wajahnya. kenangan masa lalu kembali hadir di benak Azalea. 

Dalam bidang akademik, sejak kelas X senior high school, Azalea boleh dibilang selalu tampil meraih prestasi. Ketika naik ke kelas XI dan XII pun tidak banyak yang berubah. Dua tahun terakhir itu, Piisu selalu mampu menyejajarinya, kalau bukan Azalea yang di tempat pertama, orang lainnya adalah Piisu . Begitu terus hingga mereka semua lulus. Tapi pada akhirnya, Piisu lah menempati tempat pertama. Sedikitpun Azalea tidak merasa sedih dan tersaingi. Baginya bisa menjadi rival Piisu dalam prestasi adalah hal yang sangat menyenangkan. Ia menjadi lebih semangat lagi untuk dapat meraih tempat terbaik. Pun begitu saat dirinya, Piisu dan beberapa siswa lain sering diundang oleh sekolah untuk mewakili mereka di berbagai olimpiade. Yang mana semua hal itu sangat membuat Azalea bersemangat. Ingatan saat berteriak dan meloncat kegirangan ketika nama mereka diumumkan lolos ke babak berikutnya, tepukan penyemangat dan ucapan pembesar hati saat mengalami kegagalan di olimpiade. Padahal waktu itu adalah hari ulang tahun Azalea, ia berharap keberhasilan mereka akan menjadi kado yang terindah, tapi takdir belum membolehkannya. Tapi tak mengapa, kesempatan mengikuti hal seperti ini langka, kan, hibur Azalea pada dirinya dulu.

Deru motor yang melewatinya kembali membuat Azalea terlempar ke masa kini. brr.. udara malam ini dingin sekali, gumam Azalea. Ia merapatkan jas yang dikenakan. Tetes air kecil mulai turun. Lalu kembali menghilang. Bulan sabit yang dilihat Azalea ketika pulang dari tempatnya bekerja sudah bersembunyi di balik awan gelap pekat itu. Toko-toko di sepanjang jalan juga sudah bersiap untuk tutup. Ada salah satu toko elektronik yang sedang menampilkan acara opera wayang di televisi, azalea tersenyum sendiri melihatnya, mengingat dia pernah menampilkan drama di kelas XII matpel Bahasa Indonesia. Piisu juga menjadi partnernya dalam pementasan drama sekolah itu. Mereka satu grup. Beberapa kali mengadakan latihan di rumah Azalea. Saat itu Azalea berperan sebagai narator. Kalau ingat betapa menor riasan make up nya dan ingat caranya memerankan peran tersebut, duh.. Azalea jadi malu sendiri. Mungkin akan terlihat pipinya bersemu merah setiap kali teringat dengan hal itu. Namun, itu salah satu kenangan yang indah. Lepas itu, Azalea memang tidak pernah berpentas drama lagi.

Langkah kaki membawanya tiba di rumah. Lepas itu, Azalea ingin beristirahat sejenak.

Waktu melesat bagai angin. Dua hari kemudian, Azalea meluangkan diri untuk sekedar berjalan-jalan dengan sahabat baiknya. Hal yang sangat jarang terjadi pada seorang Azalea mengingat ia adalah orang yang tidak begitu suka melakukan aktivitas semacam itu. Tapi kali ini pengecualian. Azalea memutuskan untuk memakai salah satu dari pakaian terbaiknya. Hal yang nantinya sangat ia syukuri. Ia pun mendapatkan kesempatan langka bertemu dengan empat sahabat lama sekaligus. Yang satu memang sudah direncanakan. Dua lainnya bertemu tapi Azalea tak berani menyapa. hari ini hanya untuk onee-san, batin Azalea. Dan orang terakhir yang ditemuinya, berpapasan secara tak sengaja di pintu masuk salah satu pusat perbelanjaan di kotanya. Itupun onee-san yang pertama kali melihatnya. hei, dua hari lalu kita juga bertemu. Tapi hanya aku dengan mu, kau tidak bertemu denganku, ucap Azalea dalam hati. Sungguh kebetulan yang menyenangkan, di saat yang sama Azalea juga sedang menyenandungkan lagu favoritnya ("kimi ga ita, omoide no pazuru no piisu ni.."). Tapi tak banyak ucap kata yang mengalir, hanya sapaan hangat dari teman pada temannya. Akhirnya Aku bisa menyapamu dengan cara yang baik, Piisu, gumam Azalea pada diri sendiri.

Hari itu, Azalea mengingat lagi sepotong puzzle yang ditemukannya tempo hari. Hatinya begitu bahagia. Harinya sempurna. Ini bukanlah hal yang harus berakhir dengan sesuatu bernama cinta. Ini tentang penghormatan  dan rasa terimakasih pada seorang teman. Persahabatan lebih indah dari itu. ^^


(sumber: google.com)
..Pazuru No Piisu (A Piece of Puzzle)

0 komentar:

Posting Komentar