Dunia
baru, lingkungan baru, orang-orang yang baru. Seperti yang sudah-sudah, aku
harus beradaptasi dengan sekelilingku. Hal itu selalu membuat hatiku getir dan
seluruh tubuhku berkeringat dingin. Sepanjang ingatanku, aku bukan orang yang
mudah bergaul. Label pendiam sudah melekat kuat pada diriku betatapun aku
berusaha kuat untuk menghapusnya. dan aku memang mengakui bahwa aku sangat
menikmati kesendirian itu. Tapi adakalanya hal tersebut terasa menakutkan
bagiku.
Dunia
baru ini tidak pernah kuniatkan ingin kujalani. Walaupun mungkin dulu sempat
terbersit dalam khayalanku menjalani kehidupanku di tempat ini. Kukira itu
hanyalah angan angin lalu. Ada sedikit rasa kecewa di sana, tapi aku berusaha
untuk bertahan dan memantapkan diri menerima semua kehendak-Nya. Mau
marah-marah, atau mogok makan sekalipun, tidak akan mengubah kenyataan bahwa
aku adalah bagian dari tempat ini sekarang. Bagiku itu cuma buang-buang tenaga.
Tempat
ini, ah.. lebih tepatnya kampus ini adalah satu-satunya kampus PTN di ibukota
negaraku. Kota metropolitan dengan segudang cerita perjuangan hidup di
dalamnya. Nama kampus ini tertera besar-besar di tugu gerbang pintu masuknya.
Di sana
tertulis almamater ku sekarang. Kampus yang terkenal telah menetaskan
beribu-ribu lulusan potensial sebagai sumbangan bagi dunia pendidikan. Maka,
orang-orang pun heran tiap kali menanyakan jurusan yang kupilih., Akuntansi
murni tanpa embel-embel kependidikan. Dengan tanpa gelar SPd. tentunya bila aku
lulus nanti.
Jurusan
yang kuimpikan akan kudapatkan di PTN paling mahsyur di bumiku, kini ‘terpaksa’
kudapatkan di tempat ini. Aku –Azalea.
***
Hatiku
berdegup kencang saat jemariku meng-klik pointer
mouse di laman yang tiba-tiba jadi
popular bila musim ujian masuk perguruan tinggi di mulai. Akibatnya membutuhkan
kesabaran ekstra tinggi untuk menunggu halamannya terbuka.
Tapi tak
apa, aku akan menunggu selama yang dibutuhkan. Aku sering membayangkan diriku
mengenakan almamater PTN terfavorit se-negaraku tercinta. Dan aku selalu
berharap dan berdoa mendapatkan jurusan impianku, yang selalu kutuliskan di
semua daftar mimpiku. Yang selalu kubagikan kepada orang-orang di sekitarku
ketika mereka bertanya jurusan apa yang akan kuambil selepas SMA. Dengan mantap
kukatakan “Jurusan Komunikasi”. Dan aku sudah mempersiapkan diriku dengan
mengoleksi semua buku komunikasi yang mungkin akan kubutuhkan saat memulai
studiku nanti. Semuanya sempurna.
Akhirnya
halaman laman terbuka. Namaku tertera di sana. Sedikit menggulung ke bawah
untuk dapat melihat hasil ujiannya. Debaran jantungku semakin cepat dan
tanganku menjadi gemetaran. Sejenak aku tutup kedua mataku, menarik napas
panjang seraya mengucapkan lafadz bismillahirrohmanirrohim.
Kubuka
mataku kembali. Dan di depanku ada sebuah tulisan. Sebuah tulisan asing yang
tak ada dalam kamus pikiranku saat ini. Tulisan itu aneh atau mungkin salah
ketik. Ah.. atau mungkin aku sedang
bermimpi saat ini, gumamku sambil mencubit pipi kanan yang ternyata terasa
sakit. Mungkinkah…
Tapi saat
ku gerak-gerakkan pointer mouse,
tidak ada yang berubah. Namaku tertera di sana, begitupun dengan tulisan aneh
itu.
Seperti
mimpi, mimpi buruk tepatnya. Seluruh tubuhku terpaku. Tiba-tiba aku tidak tahu
harus melakukan apa. Dan tanpa aku sadari, ada tetesan air hangat membasahi
pipiku. Lewat linangan airmata itu sekali lagi kuberanikan diri melihat tulisan
aneh tersebut. Samar-samar tertulis “Selamat Anda diterima sebagai calon
mahasiswa pilihan ke 2. Akuntansi (Non Kependidikan)-U**”. Hebatnya, sekeras
apapun aku berusaha mengubah fokus mataku, tulisan itu tak berubah satu huruf
pun.
Ya Robbi,
inikah jawaban-Mu atas semua doa-doaku?. Aku-Zahra.
***
Waktu
terus berjalan, tanpa bisa menengok lagi ke belakang. Bagi Azalea, dua sampai
tiga kali dia mendatangi tempat itu tetap terasa asing. Selalu ada perasaan
aneh yang menyelimuti hatinya. Seluruh tubuhnya terus berkeringat dingin
melihat berkas-berkas di tangannya yang baru ia dapatkan dari dalam kaca kecil
yang kaku dan tanpa perasaan di gedung administrasi kampusnya. Dua, tiga kali
pula ia selalu pulang ke rumah dengan membawa perasaan tidak nyaman di hatinya.
Satu-satunya hal yang menjadi penghiburannya adalah sambutan hangat dan
bersahabat dari kakak-kakak kelas-panitia penyambutan calon mahasiswa baru-yang
selalu dapat membuat perasaannya sedikit lebih baik.
Dua sisi
cermin yang berseberangan, kiri menjadi kanan, kanan menjadi kiri. Itulah yang
dapat menggambarkan Azalea dan Zahra. Lain cerita, kedatangan Zahra di gedung
administrasi itu justru telah menimbulkan lebih banyak kenangan menyenangkan
baginya. Entah kebetulan atau memang takdir, di sana ia bertemu dengan kawan
pertama yang dikenalnya. Kawan itu bernama Yusuf. Dan entah bagaimana caranya,
Zahra dan Yusuf ternyata satu program studi dan satu kelas pula, pun nomor
registrasi mahasiswa mereka saling berurutan. Setidaknya hal itulah yang dapat
menjadi penghiburan bagi Zahra.
***
Hari itu
acara penyambutan mahasiswa baru dimulai. Azalea sekuat tenaga membiasakan
dirinya di lingkungan yang baru. Hatinya terus berkata “jalani saja. tidak akan sesulit kelihatannya,” mencoba meyakinkan
diri bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Allah swt
sangat baik padanya. Ia telah memilihkan fakultas dan jurusan yang benar-benar
menerima Azalea. fakultasnya kini tidak seperti fakultas lain yang masa
orientasi-nya sangat ribet dan menyebalkan. fakultasnya justru lebih
mengutamakan orientasi bermuatan akademik dan pembiasaan nyaman dengan wawasan
serba “kampus”. Ya, walaupun istilah ‘ribet’ itu tidak dapat dipisahkan dari
acara-acara semacam ini dimanapun. Bukannya tanpa tantangan, Azalea sempat
dihukum karena datang terlambat berturut-turut, oleh kakak kelas yang agak
‘galak’ dan bikin keki. Tapi siapa yang menyangka setelah waktu berjalan, kini
Azalea justru berteman baik dengan kakak yang ‘galak’ itu, ^_^
Hanya
berbeda beberapa baris dari tempat Azalea duduk mendengarkan materi wawasan
kampus, Zahra tidak menemukan kesulitan yang berarti. Ia segera bisa
menyesuaikan diri dan menemukan peer
group tempat di mana ia merasa nyaman untuk mengeksistensikan diri di
tempat baru yang sama sekali tidak pernah ia impikan akan berada di sana.
Zahra-lah yang pertama kali mengajak Azalea berkenalan. Tapi seperti banyak
orang lainnya, tidak sampai lima menit kemudian, Azalea sudah melupakan nama
dan wajah orang yang baru mengajaknya berkenalan tadi.
***
Tiba hari
terakhir rangkaian seluruh masa orientasi mahasiswa baru yang di adakan di
gedung kampus yang terpisah dari kompleks kampus utama. Acara tersebut
merupakan acara puncak sekaligus penutupan. Zahra membatin dalam hati, jika
saja tulisan di layar komputer tempo hari bukan tertulis Akuntansi U**
melainkan komunikasi U*, ia pasti kini sedang mengenakan jaket berwarna sewarna
matahari, bangga, dengan lambang akar pohon menghujam di dadanya. Bukan dengan jaket
berwarna sewarna hijau lumut kusam dengan lambang burung hantu menyeramkan di
dadanya dengan sedikit warna matahari di sana yang kini ia kenakan. “kuharap ini akan sementara,”, gumam
Zahra dalam hati.
“kuharap akan ada rasa bangga nantinya bagiku
untuk bisa mengenakan jaket almamater ini,” gumam Azalea dalam hati.
Mencoba meyakinkan diri bahwa tidak ada jalan untuk kembali lagi sekarang.
Azalea teringat akan kata-kata orang bijak yang pernah ia dengar, jika kau sudah memutuskan, maka jalankan
dengan sepenuh hatimu atau kau akan menyesal seumur hidupmu. Paling tidak,
mimpi yang dulu kutulis di buku mimpi sudah terwujud sekarang, yakni memiliki
sebuah blazer yang keren. Definisi kata
‘keren’ itu tergantung bagaimana caraku memaknainya kan?, ucap Azalea
menghibur diri.
Rasa
lelah menyelimuti Azalea dan Zahra karena harus berangkat pagi-pagi buta dari
rumah mereka yang terletak di pinggiran kota, bahkan sebelum adzan shubuh
berkumandang. Azalea menguap melepaskan rasa kantuknya, begitupun Zahra yang
juga menguap untuk melepaskan kantuknya dan terus menerus berharap semua
kejadian itu hanya bunga tidur. Yang sulit untuk terbangun.
***
to be continued... ^_^