twitter


Desember 2004, tingkat dua sekolah menegah pertama


“Zy, lagi ngapain?” Tanya Alvi yang sedang santap siang. Jam istirahat hari ini sedikit lebih panjang karena hari ini hari jum’at. Saat dimana murid-murid cowok sekolah akan memenuhi masjid kebanggaan sekolah kami dan menunaikan kewajiban shalat jum’at di sana. Izzy dan kelima sahabatnya yang lain sedang menikmati waktu makan siang sambil menunggu kakak pembimbing rohis datang.

Alvi juga Icha terbiasa membawa bekal sendiri dari rumah. Tapi hari ini Alvi terpaksa membeli makanan di kantin karena ia lupa membawa bekalnya tadi pagi, “Tumben beli di kantin, vi?” Tanya Icha yang langsung memberikan tanda kalau dia mau meminta es teh dingin punya Alvi, “hehe.. ambil aja, cha. Iya nih, tadi karena buru-buru gue eh aku lupa bawa bekal umi…,” jawab Alvi. Izzy yang mendengar ucapan Avy yang mengoreksi kata “gue” dengan “aku” jadi tertawa kecil.

“Aku lagi buat cerita baru, Vy..,” ucap Izzy. Dari keenam orang itu, Izzy adalah salah satu yang menyukai dunia tulis menulis. Usut punya usut hal ini ia tekuni sejak tugas membuat naskah drama di tingkat pertama tahun lalu.

Alvi menaruh kembali makanan yang akan ia santap, “wah… kali ini aku jadi siapa, Zy? karakter aku yang kemarin kan anak gaul, hehe..” celotehnya sambil melihat buku yang sedang jadi medan tempurnya Izzy.
“Izzy, kali ini aku gak jadi ibu peri kan? ibu peri kan identik sama ibu gendut,” sambar Icha.
Izzy lantas mengangkat pensilnya tinggi-tinggi, dengan bersemangat ia memulai ceritanya, “Kali ini aku sedang membuat cerita tentang persahabatan enam orang perempuan yang sekolah di sebuah tempat terkeren di dunia, hoho…, kalian tahu, nama sekolahnya Harrington School di Boston, Jerman, terus..”
“Weits.. lagi pada ngapain nih?”Anna dan Nadin yang baru dari kantin tiba-tiba ikut bergabung. Eha mana ya? tadi kan dia bersama mereka.
“Anna, sstt.. Izzy lagi nyeritain cerita barunya,” jawab Icha mewakili Izzy berbicara, “Terus, Zy?”
“Nah, di Boston, Jerman sekolah tersebut sangat terkenal. Milik keluarga Harrington. Salah satu putri mereka Ann bersekolah di sana. Lalu ada juga seorang putri dari keluarga bangsawan, namanya Ferreira, Dia ini pianis yang sangat lihai. Terus ada juga bunga kampusnya sekolah ini, namanya Anrie. Ah ya, ada juga seorang tokoh gak terduga yang muncul nanti. Lalu ada tokoh seorang anak yang bercita-cita ingin jadi seorang ilmuwan. Pokoknya setiap hari dia selalu bikin laboratorium sekolah meledak, hehe…”

Keempat temannya yang mendengarkan saling memandang satu sama lain,
“Zy, ini kisahnya khayalan banget ya,” komentar Nadin yang masih mencoba membayangkan cerita Izzy.
“Kita berperan jadi siapa di sana?” Tanya Icha, “aku jadi apa?” desaknya lagi.
Izzy melihat wajah teman-temannya satu per satu, “di sini ada daftar nama tokohnya. Kalian boleh pilih yang mana saja, “ sodor Izzy memperlihatkan buku berharganya. Mereka pun melihatnya dan memilih nama masing-masing.

Tiba-tiba dari arah belakang mereka terdengar suara seseorang mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum..”
dengan spontan, Izzy dan teman-temannya menjawab, “wa’alaikumussalam,” tapi tetap asyik dengan bukunya Izzy.
“Kita udah bisa mulai bimbingan rohisnya belum?” Tanya seseorang lagi sambil menepuk pundak mereka satu per satu. Yang ditepuk lalu menengok dan langsung salah tingkah, “eh, kak Maya udah datang ya….” ucap Anna, “eh, cepet diberesin, mau rohis nih,”. Begitulah, akhirnya mereka kembali ke alam “nyata”, hehe… sementara itu, di kantin, Eha masih setia menunggu Anna dan Nadin yang tak kunjung keluar dari toilet. “Mereka kemana sih? lama banget ke toiletnya,” gerutu Eha sambil menyeruput es krim stroberinya yang mulai mencair. ckck..
-sf-
Esok harinya…
“Eha, kita ke kantin yukk!!” ajak Nadin dan Anna berbarengan. Jam Istirahat pagi kembali berbunyi. Istirahat pagi tidak terlalu lama waktunya, sekitar 30 menit. Biasanya para murid memanfaatkan waktu ini untuk sarapan (bagi yang gak sempet sarapan) atau pergi ke masjid untuk menunaikan sholat dhuha atau sekedar duduk-duduk di selasar masjid.

Yang diajak merengut tapi wajahnya justru terlihat semakin lucu, “tapi jangan tinggalin aku kayak kemarin lagi ya,” pintanya. “Siip.. janji deh!” ucap Anna,
“eh, aku ikut yaa.. Icha belum sarapan nih, mau beli cola di kantin,”
“Zy, mau ikut ga?” Tanya Icha. Icha dan Izzy sudah berteman semenjak mereka duduk di tingkat pertama. Karena saat itu kebetulan mereka sekelas di kelas 1.2. Jadi di antara semuanya, sebenarnya Izzy lebih akrab dengan temannya yang sedikit bertubuh gemuk ini. Walau begitu, wajahnya sangat manis.

Seperti biasa yang diajak menggeleng pelan, “gak ah, aku mau ke masjid aja, sekalian ngasih tugas ke ruang guru” kata Izzy sambil menunjukkan tumpukan buku PR teman-teman di atas mejanya. Tahun inipun dia ditunjuk sebagai ketua kelas 2.3. “Aku ikut!” seru Alvi.
“Ikut siapa?” Tanya Nadin.
“Ikut Izzy, hehe..” jawab Alvi sambil membetulkan letak jilbab segiempatnya.   
 ~~~
“Capeknya.. gue eh aku gak nyangka buku PR sekelas bisa seberat itu,” ucap Alvi sambil menyeka keringat di dahinya. Lagi-lagi keceplosan menyebut kata “gue”. Mereka berdua tengah beristirahat di selasar depan masjid sambil menghilangkan peluh sebelum sholat dhuha.

“iya, tapi lumayan Vy, kan sekalian olahraga dan tambah kurus,” hibur Izzy yang ikut mengipas-ngipas tangan. “tapi, aku kan udah kurus, ntar kalau jadi kurus lagi apa jadinya,”. Izzy menengok ke arah Alvi pun sebaliknya. Mereka tengah membayangkan rupa Alvi yang tinggi dan semakin  kurus, keduanya tertawa kecil. Di masjid kan gak boleh berisik.

Di antara mereka berenam, Izzy benar-benar seperti polisi kecil. Sebentar-sebentar mengingatkan teman-temannya untuk mengganti kata “gue” dengan kata “aku”. Sebentar-sebentar bilang kalau…
“Nadin, makannya jangan sambil berdiri dong,”, “Icha minumnya sambil duduk,” seru Izzy ketika melihat dua sahabatnya itu melintas di hadapan mereka. Yang dimaksud, cuma cengar-cengir dan menghampiri Izzy dan Alvi lantas nimbrung duduk bersama mereka.
“Maaf-maaf, khilaf ana,” seloroh Nadin.
“tuh kan, kena omel “miss duduk” lagi, hehe” canda Anna. Karena keseringan mengucapkan kata duduk, Izzy sampai dijuluki “miss duduk” oleh Anna dan teman-temannya.
“Eh, tapi kenapa ya kita gak boleh makan dan minum sambil berdiri?” Tanya Eha polos. Perasaan baru kemarin deh kak Maya bilang alasannya, batin Icha, oh iya, eha kan gak ikut rohis kemarin, hehe, batin Icha lagi sambil terkekeh.
 “itu karena Rasulullah aja makan dan minum sambil duduk bersila dan menggunakan tangan kanan,” ucap Alvi mengulang ucapan Kak Maya kemarin.
“iya, terus Pak Ahmad tempo hari juga bilang begitu kan. Kalo kita makan dan minum sambil berdiri berarti kita sama dengan kuda yang juga makan dan minum sambil berdiri, dong,” tambah Izzy mengulang kata-kata guru favoritnya dengan bersemangat.
“Iya, iya…” ucap Nadin dan Icha berbarengan, lesu.

Icha seperti teringat sesuatu, “guys, minggu depan kan ujian kesenian. Kita kan ada tugas kelompok!”
“oia! baru inget! tugas kelompoknya memainkan alat musik kan?” Tanya Izzy meminta pembenaran.
“Aku sekelompok sama kamu ya, Cha?” Tanya eha. Icha membalas dengan anggukan.
“kita sekelompok, Vy, Na,” ucap Izzy. Izzy, Alvi dan Nadin berada di kelas yang sama. Sementara Eha, Icha, dan Anna ada di kelas 2.1. “ngerjainnya di rumah siapa?”
“Tentu aja di basecamp!” sambung Nadin yang kali ini terlihat bersemangat. Basecamp yang dimaksud adalah rumahnya Izzy. “Asyik, seminggu ini aku ada alasan buat pulang sore,” ucapnya lagi. Dasar Nadin, hehe…
“Ya udah, kita omongin lagi nanti. Sepuluh menit lagi kita masuk nih, dhuha yuk!” ajak Alvi sambil melepas sepasang sepatunya.

Kelima temannya takjim mengiyakan dan bersiap untuk masuk ke dalam masjid. sampai terdengar suara, Klang! (suara kaleng dibuang), “Icha, sampah cola-nya jangan dibuang sembarangan!” seru Izzy sambil menunjuk sampah itu dengan sepatu talinya. “hehe.. maaf,” ucap Icha.
-sf-

0 komentar:

Posting Komentar