Hari yang berlalu dengan satu lagi pelajaran tentang hidup.
Jangan pernah menilai sebuah buku hanya dari sampulnya. Ya, itu memang hal yang paling mudah untuk dilakukan. Tapi sampul saja tidaklah berhak untuk menghakimi buku itu baik atau buruk secara keseluruhan.
Pelajaran ini kudapat dari seorang sopir angkot yang mobilnya kutumpangi. Mobil yang aku tumpangi tersebut tiba-tiba saja berhenti. Kami terjebak kemacetan panjang. Dan akupun terpaksa menunggu. Padahal hari sudah semakin sore ketika aku pulang. Rasanya kesal sekali saat itu, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa meter dari tikungan pertigaan jalan di depan kami, sang sopir tiba-tiba saja turun dari angkot. Bertambah-tambahlah kekesalanku, hehe. Lagi macet begini kenapa malah turun? gerutuku. Sementara, mobil-mobil mewah di belakang angkot yang kutumpangi, asyik menekan klakson mereka keras-keras. Bising sekali.
Ternyata, kau tahu apa yang terjadi selanjutnya? Sang sopir angkot tersebut turun dari mobilnya untuk mendorong sebuah mobil angkot lainnya yang mogok. Angkot "tersangka" itu (hehe) mogok di tengah jalan yang menyebabkan kemacetan panjang terjadi. Dan lalulintas di sekitarnya pun kembali normal. Subhanallah...
Dan aku menjadi sadar. Kau tahu apa perbedaanku dan orang-orang di sekitar dengannya? Sang sopir angkot tidak lantas berdiam diri saja menunggu kemacetan itu terurai dengan sendirinya. Dia melakukan TINDAKAN dan memilih menjadi pemain. Sementara aku dan orang-orang lainnya justru puas hanya sebagai PENONTON dan merutuki keadaan.
Bukankah mutiara terindah di seluruh lautan selalu ditemukan di tempat yang teramat sulit untuk dijangkau?
Kata-kata ini bukan lagi sebuah jargon klise bagiku. Karena aku telah melihatnya sendiri dan itu adalah benar. Bahwa, siapapun itu, setiap orang adalah istimewa.
"Pada hakikatnya setiap orang akan cenderung kepada kebaikan" ^_^
Dunia fana ini indah bila kita cenderung pada hal-hal yang baik yang mengantarkan kita mengumpulkan perbekalan akhirat, bukan?