twitter


Dari buku kumpulan cerpen karya Tasaro GK berjudul "Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta". Salah satu cerpen favoritku "Kagem Ibuk", membuat mataku berkaca-kaca. Dan hebatnya itu terjadi di dalam stasiun, seturunnya aku dari kereta, hehe... mata merah dan sesengukan waktu baca cerpen ini (Syukurlah waktu itu stasiun sudah sepi karena sudah malam)
Kutipan di akhir cerpen,  lebih-lebih membuat banjir airmata. Jadi teringat mama. Ma, apa kabar?

Kutipan itu:

"Allah tercinta, Engkau menciptakan setiap ibu menjadi istimewa.

Maka hadiahilah dia dengan anak-anak yang bercahaya.

Jika aku tak yakin bahwa Engkaulah pelindung terbaik untuknya. Maka aku akan  selalu ragu bahwa beliau senantiasa baik-baik sajadi sana.

Tuhan, salehkan aku, karena hanya dengan itu, Engkau akan selalu mendengar setiap doaku untuk Ibuk.

Ibuk, aku mencintaimu lebih dari yang kutahu".

Satu tetes airmata lagi, mengalir buat mama. Mom , i miss  you, more than i know. ~ ^_^,


Kadang aku merasa perlu untuk menyendiri. Siapa yang tidak pernah?
Menutup diri dari hiruk pikuk dunia. Berusaha tidak mendengar, melihat, atau mengomentari apapun. Aku hanya ingin sendiri.

Awalnya dunia tidak membiarkanku begitu saja. Terus berusaha untuk mengusikku sampai akhirnya dunia pun menyerah. Lalu berlalu pergi tanpa pernah menggubrisku lagi.

Tapi ketika dunia benar-benar telah pergi, aku mulai mencari. Merasakan ada sesuatu yang salah.
Kini begitu sunyi. Aku merasa terlalu sepi. Aku merasa telah menjadi terlupakan.

Hingga aku berada pada titik, aku ingin dunia kembali. Karena ternyata aku tidak baik-baik saja tanpa nya. Sudah cukup untuk menyendiri. Dunia, kau menang.

Aku pun mulai membuka semua indra. Untuk mendengar, melihat, dan merasakan. Juga membuka pintu hatiku yang sudah lama tertutup dan berdebu. Tapi sepertinya sudah terlambat

Duniaku sudah benar-benar sunyi. Aku sudah dilupakan.
Sekecil apapun kesempatan agar dunia mau kembali, aku akan melakukannya. Apapun itu.

Asal aku mendapatkan duniaku kembali.


Kemarin Aku melihat  bayangan dirimu di sana. Tapi  begitu kuhampiri, aku tak dapat meraihmu. Hanya kosong.
 
Dulu mendengar suaramu, degup hatiku  bekerja  beribu kali lipat. Pun hanya mendengar namamu disebut, entah  berapa kali hatiku mencelos dan kepalaku pening dibuatnya. Waktu milikku seakan terhenti. Dan itu bermula sejak kali pertama takdir mempertemukanku denganmu. Hari itu, jam itu, detik itu.

Kini namamu kembali disebut. Suaramu kembali kudengar, dan sosokmu begitu nyata di hadapanku. Degup jantungku tidak lagi berdebar dengan debaran yang sama. Semua yang pernah kurasakan untukmu seakan tidak pernah kurasakan/ terjadi. Hari ini, Waktu milikku pun  berputar kembali.

Sekarang, dengan perasaan yang lega, dengan ringan dapat kukatakan, “selamat jalan, denting.”

Terimakasih untuk perasaan luar biasa yang hadir empat tahun ini ketika kau ada di sisi. Untuk semua cerita indah yang tercipta karenamu.

Dari seseorang yang selalu mengagumimu dan kau tidak pernah tahu tentang itu.


Memiliki kenangan adalah hal yang berharga, tapi tidak jika kenangan itu menjadi bayang dalam kehidupan. Hidup dalam kenangan, menyenangkan tapi itu bukanlah hidup, ia hanya semu.

Merindukannya seperti napas yang kau hirup setiap hari. Tanpanya detik yang berputar tak mampu untuk dilewati, memikirkan hidup tanpanya sedetik saja sudah membuat seluruh tubuh mati rasa. Aku terjebak. Tak dapat kembali juga tak dapat melangkah.

Tersenyum, tapi hanya sendiri. Karena ia mungkin tidak mengingatnya, hanya diri ini yang menggenggam kenangan itu. Segala hal yang mengingatkanku tentangnya tak bisa kulepaskan.  Kumpulan gambar yang terbeku dalam pigura usang di sudut meja. Senyuman itu, tawa itu. Aku rindu. Aku mulai gila, mencari di setiap sudut serpihan-serpihan yang bisa mengingatkanku tentangnya. Karena bayang yang ada semakin memudar. Aku mulai melupakannya. Dan itu terasa sakit. Di sini terasa hampa bila ia tidak ada. Kenangan tentangnya. Mungkin aku memang sudah benar-benar gila.


Mungkin saja, ia bahkan tidak mengingatku, tidak sama sekali. 


Aku rindu padamu. Kau yang ada di sana. Apa kabar? Kabarku tak pernah baik-baik saja tanpamu. 


Angin berhembus lembut. Pagi ini matahari tidak bersinar sempurna. Tapi aku tetap dapat menikmati hari dengan segelas coklat panas dan iringan musik lembut yang mengalun dalam earphone yang kugunakan. Mulai membayangi tentang semua hal. Yang sudah berlalu empat bulan ini. Pahit, manis. Tapi entah bagaimana, yang lebih banyak tersimpan adalah kenangan manis. Aku bersyukur tentang hal itu.

Bulan lalu aku bertemu dengan sahabat lama. Tidak sengaja berpapasan dengannya di jalan yang sering kulalui, dan mungkin juga jalan yang sering dilaluinya. Aku hanya sempat bertukar senyum lantas melangkah pergi, menatap ke langit yang kelabu seperti hari ini karena khawatir hujan deras akan segera turun. Jika bukan karena aku dan dia berbeda,mungkin aku sudah memberikan salam yang hangat padanya dan mengobrol ringan tentang segala hal yang terlewati saat tidak berjumpa. Tapi, senyuman saja sudah cukup.

Dan juga bulan yang lalu lagi, Wajah yang kukenal melemparkan senyumnya yang bersahabat. Kali itu, aku tidak sempat membalasnya karena langkah kakiku yang memburu waktu. Ada sedikit perasaan menyesal. Tapi aku tersenyum saat kami sudah saling berselisih jalan. Yang mungkin tidak akan disadarinya. Ingin rasanya menoleh ke belakang, tanpa alasan yang jelas. Namun ketika teringat dengan cerita kawan yang kukenal dan hal lucu yang menyertainya, kuurungkan niat tak jelas itu.

Dulu sekali, kawan yang kukenal juga mengalami pertemuan seperti ini. Bedanya saat sudah berselisih jalan, ia menyempatkan untuk menengok kembali ke belakang. Dan di saat yang bersamaan, orang yang tadi berpapasan dengannya juga menoleh ke belakang, dan tanpa disengaja mereka sudah saling bertatapan satu sama lain. Karena saling berbeda, kawanku cepat-cepat memutar pandang dan berjalan secepat yang ia bisa sambil menahan rasa malu yang sulit disembunyikan dari wajahnya yang merona merah. Dalam ceritaku, aku tak ingin pertemuan tak disengaja ini juga berakhir seperti ceritanya.

Bagaimana caranya aku selalu berpapasan dengannya di waktu yang selalu tidak tepat. Pertanyaan menggelitik berikutnya adalah, bagaimana hal aku selalu bertemu dengannya di waktu seperti ini. Semua pertanyaan tanpa jawaban itu terus berputar sepanjang kakiku melangkah ke tempat tujuan. Sebentar memasang wajah bingung, sebentar memasang wajah bahagia. Sebentar memasang wajah bersungut karena memikirkan hal tak penting, sebentar menatap langit kebiruan dan merasakan sesuatu berdesir, perasaan mencelos aneh seperti kau jatuh ke dalam jurang yang dalam.

Di suatu pagi yang tidak terlalu kuingat kapan, aku kembali berpapasan dengan sahabat lama. Yang bisa kuingat dari hari itu hanyalah perasaanku di pagi hari yang tidak terlalu baik. Tidak ada lagu, tidak ada harapan-harapan yang ingin kuwujudkan hari itu. Perasaaan menyebalkan seperti kau ingin cepat-cepat hari berakhir. Dan di saat hatiku sedang menggumamkan kekesalan pada dunia, tiba-tiba saja aku mendengar sebuah salam terucap. Spontan aku menghentikan langkah dan cepat-cepat menoleh ke belakang. Tapi kali ini aku tidak sempat bertemu sosoknya yang terlebih dulu menghilang di persimpangan jalan di belakangku. Sayang sekali. Aku tidak begitu yakin apakah ia orang yang sama, intuisiku mengatakan itu adalah dia, sahabat lama. Tapi, entah bagaimana, ada sebuah lagu yang mengalun indah dalam hati. Hari itu, laguku kembali berputar dan berharap hari yang indah tidak akan cepat berakhir.


Sayangnya, itu adalah hari terakhir aku menemukan sosoknya. Esok, dan lusa, juga hari setelahnya aku tidak pernah lagi bertemu dengannya. Anehnya ada perasaan sedih, meski hanya sedikit. Kejutan kecil menyenangkan itu telah usai dan hilang keajaibannya. Tapi setiap kali aku teringat dengan potongan bagian dari kenangan itu, dan melewati jalan yang biasa aku lewati ketika berpapasan dengannya, aku selalu dapat tersenyum. Pun hingga detik ini.  


Ia berhenti pada satu titik, dan bertanya pada sendiri. Kenapa ia di sini? Kenapa ia justru memilih jalan yang paling berliku ini? Sambil menatap tanpa daya pada tikungan jalan yang telah berlalu.
"Sekarang, kemana aku harus melangkah? Aku tersesat. Keberanian telah lama pergi meninggalkanku."
Demi mengambil jalan itu, ia kehilangan hampir semua hal berharga dalam hidupnya. Keluarga, sahabat, dan kehidupannya.
Kini ia hanya bisa sendiri, melewati jalan-jalan itu kembali. . Sendirian, seperti masa-masa dulu. Saat mereka yang berharga belum datang menyapa kehidupannya.
Berharap segera menemukan apa yang selama ini ia cari.
Ia rindu mereka. Sangat Rindu...


Fragmen-fragmen kenangan. Tersusun dan berurut. Terus saja mendesak keluar. Satu demi satu.
Kadang tangis. Kadang bahagia.
Aku ingin segera keluar dari jalan berliku ini. Gadis sempurna di masa lalu sudah tidak ada lagi.
Sempurna mewujud menjadi apa yang dipantulkan cermin saat ini. Pantulan yang penuh kebimbangan dan keputusasaan.
Meski kadang impian-impian kecil yang letup itu, menjadi penawar hati yang sedang perih.

Hati tak sejalan dengan raga. Sudah muak, tapi langkah tak juga bergerak. Dan ia pun mulai kehilangan arah. Kemana sebenarnya ujung perjalanan ini?


Menjelajah bumi-Nya. Menjejaki tanah leluhur.
Sesapi udara yang dulu hingga sekarang menggantung sama.
Rindu...
Pergi melintas batas ruang. Menggenggamnya nyata.
Kapankah Aku bisa segera memulainya?
Pengalaman pertamaku, menjelajah ruang bernama dunia.


For the first time and forever...
~ ~ ~
That Perfect Girl is gone!

(Frozen Ost)



Allah SWT selalu memberikan jawaban di setiap pertanyaan.
Ia yang mengujimu, PadaNya pula ada penyelesaian terbaik.
Kau hanya perlu meminta, penuh cemas dan harap, juga membuktikan diri kau pantas untuk sesuatu itu.
Hingga Ia akan mengabulkan, dan memercayakan amanah kehidupan ini padamu. 
Untuk kau laksanakan dengan sebaik-baiknya.





Original / Romaji Lyrics
[VERSE 1A]
Te no hira no ue ni, sotto noseta
Yasashisa wo, atatamete, sotto
Kuchizusanda, himitsu no melody
Utatte yo, iku atemonai kedo
[VERSE 1B]
Demo, furidashita ame mo
Ki ni shinai, zutto soba ni iru kara
[CHORUS 1]
Ikutsu mono niji, koete yukeru yo
Futari de, over the rainbow
Chiisa na hikari, hoshi ni negai wo
Kanaete yo, kitto, aoi tori
[VERSE 2A]
Mizube ni utsuru itsumo no keshiki
Odayaka ni, nagareru jikan to
Utsuri yuku, kisetsu no naka de
Mitsuketa no, kawaranu omoi wo
[VERSE 2B]
Kiite, shiawase no uta ha
Sou, itsudemo, kokoro no naka afurete
[*CHORUS 2]
Egaiteta yume, kanaerareru yo
Itsuka ha, over the rainbow
Ame agari no niji, miageta sora ni
Habataite, itsuka, aoi tori
[CHORUS 3]
Ikutsu mono niji, koete yukeru yo
Futari de, over the rainbow
Chiisa na hikari, hoshi ni negai wo
Kanaete yo, kitto yeah
* = Repeat x1
[CODA]
Mune ippai no ai wo, atsumete yo, kitto rainbow
Kokoro ni ha itsumo ai wo, koete'ku wa, kitto rainbow



English Translation
[VERSE 1A]
I quietly warm the gentleness that
Landed softly atop the palm of my hand
I sing the secret melody that was hummed
Although I walk aimlessly
[VERSE 1B]
But, I won't even mind the rain which just started falling
Because I'll be by your side forever
[CHORUS 1]
We're good at crossing over the many rainbows
The two of us, over the rainbow
A small light, a wish upon a star--
They'll come true, surely, blue bird
[VERSE 2A]
The usual scenery is reflected at the waterside
Along with the time that flows quietly
In the midst of changing seasons
I found it, this unchanging feeling
[VERSE 2B]
Listen, this song of happiness --
Yes, it always overflows from the center of the heart
[*CHORUS 2]
The painted dream can be come real
Someday, over the rainbow
The rainbow after the rain's end, if you look up to the sky
You will flap your wings, someday, blue bird
[CHORUS 3]
We're good at crossing over the many rainbows
The two of us, over the rainbow
A small light, a wish upon a star--
They'll come true, surely, yeah
* = Repeat x1
[CODA]
Surely, a rainbow gathers the love that fills your chest
Surely, a rainbow crosses over the love that is always in your heart







Video Source: http://www.youtube.com/watch?v=4wHyKw1jD8c

Lyrics sorce: animelyrics.com